Catatan Redaksi

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dengan penayangan artikel dan atau berita, anda dapat juga mengirimkan artikel atau berita sanggahan dan koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11 dan 12) undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email Redaksi atau Hubungi No telpon tercantum di bok redaksi

Iklan Disini

Breaking News

Warga Labura Ketakutan, Serangan Buaya Terus Berulang: Pemerintah Daerah dan DPRD Dinilai Tak Berdaya Menghadapi Ancaman Nyata Terhadap Nyawa Rakyatnya.



Labuhanbatu Utara, Radar007.co.id || Labuhanbatu Utara kembali diguncang kecemasan mendalam setelah serentetan serangan buaya terhadap warga di wilayah pesisir terus terjadi tanpa langkah signifikan dari Pemerintah Kabupaten Labura maupun DPRD. Di tengah ancaman yang semakin sering muncul saat musim hujan dan air pasang, masyarakat terus menunggu tindakan nyata yang tak kunjung datang.

Dalam dua tahun terakhir, sejumlah warga di Kecamatan Kualuh Leidong dan sekitarnya menjadi korban terkaman buaya muara. Serangan demi serangan terjadi di lokasi yang hampir sama, terutama di bantaran sungai dan parit besar tempat warga mencari nafkah atau melintas. Meski peristiwa ini telah berulang dan beberapa kasus telah diberitakan oleh Radar007.co.id serta dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Ketua DPRD Labura, Rimba Bertua Sitorus, S.E., M.M., dan Bupati Labura, Dr. Hendriyanto Sitorus, S.E., M.M., namun hingga kini tidak satupun dari keduanya memberikan respons maupun keterangan resmi.

Seorang warga pesisir yang enggan disebutkan namanya menyampaikan ketakutan mereka. Ia mengaku setiap hari warga hidup dalam kecemasan. "Kami kalau musim hujan dan air pasang itu tidak berani lagi mendekat ke sungai. Tapi bagaimana lagi, sebagian dari kami bekerja di situ. Nyawa kami seperti sudah nggak ada harganya. Buaya itu bukan satu ekor, bang… tapi banyak. Kami ini takut mati diterkam, tapi pemerintah kayaknya tak peduli," ujarnya dengan suara bergetar.

Ketakutan warga semakin memuncak karena setiap laporan kejadian hanya berakhir sebagai catatan tanpa tindaklanjut berarti. Warga menilai pemerintah daerah seolah hanya menunggu korban berikutnya. Tidak ada pos pengamanan, tidak ada peringatan resmi yang memadai, dan tidak ada upaya mitigasi konkret yang membuat masyarakat merasa terlindungi.

Sekretaris DPW LSM FKP2N Sumut, Fachri Ramadhan Daulay, menyampaikan kritik keras kepada Ketua DPRD dan Bupati Labura yang dinilainya tidak menunjukkan ketegasan atas eskalasi ancaman buaya terhadap warganya. "Ini bukan kasus pertama, bukan juga kedua. Ini sudah berulang kali. Tapi apa tindakan pemerintah? Tidak ada. Ketua DPRD dan Bupati seharusnya turun langsung melihat kondisi rakyatnya. Jangan hanya diam. Nyawa warga itu tanggung jawab pemerintah," tegas Fachri. 

Fachri juga menyinggung kewajiban pemerintah daerah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa keselamatan masyarakat adalah urusan wajib pelayanan dasar. "Kalau pemerintah daerah beralasan buaya adalah satwa dilindungi, itu tidak menghapus kewajiban mereka untuk melindungi rakyat. Dalam peraturan itu jelas, keselamatan manusia adalah prioritas. Ada tata cara mitigasi, ada SOP penanganan satwa liar. Tapi di Labura ini seperti tidak berlaku," tegas Fachri lagi.

Di sisi lain, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut sebenarnya telah menyampaikan posisi mereka saat adanya insiden terkait keberadaan buaya muara, sebagaimana dimuat dibeberapa media online saat peristiwa mereka hadir. BKSDA sebelumnya menjelaskan bahwa buaya adalah satwa dilindungi dan tidak boleh diburu sembarangan. Namun mereka juga membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk berkoordinasi dalam upaya mitigasi, relokasi, pemasangan peringatan, atau patroli pengamanan. "Kami selalu siap berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Keselamatan warga tetap menjadi pertimbangan utama," demikian penjelasan BKSDA.

Namun hingga saat ini, koordinasi itu belum tampak memberikan hasil. Tidak ada informasi resmi dari Pemkab Labura tentang langkah yang diambil, tidak ada rencana jangka pendek maupun jangka panjang yang dipaparkan kepada publik. Di tengah meningkatnya intensitas hujan dan naiknya debit air, warga semakin merasa dibiarkan menghadapi bahaya sendirian.

Warga pesisir hanya berharap agar pemerintah daerah tidak lagi menunggu jatuhnya korban berikutnya. Mereka mendesak agar pemerintah memasang rambu peringatan, membuat jalur aman bagi warga, melakukan patroli berkala, dan berkomunikasi aktif dengan BKSDA untuk proses mitigasi atau relokasi buaya yang dianggap agresif.

"Kalau pemerintah masih terus diam, kami takut nanti kami sendiri yang bertindak. Kami tidak mau begitu. Kami tahu buaya itu dilindungi, tapi nyawa kami juga harus dilindungi. Jangan sampai ada warga mati lagi baru mereka sibuk," ujar warga pesisir lainnya dengan nada kecewa.

Publik kini menunggu keberanian moral dari Ketua DPRD dan Bupati Labura. Sebagai pemimpin, mereka diminta tidak sekadar memegang jabatan, tetapi hadir saat rakyat berada dalam kondisi terancam. Deretan serangan buaya yang telah merenggut ketenangan masyarakat pesisir seharusnya cukup menjadi tanda bahwa masalah ini bukan lagi persoalan biasa, tetapi ancaman besar yang memerlukan tindakan cepat, terukur, dan manusiawi.

Hingga berita ini diterbitkan, Ketua DPRD Labura dan Bupati Labura masih belum memberikan tanggapan atau klarifikasi apa pun terkait desakan masyarakat dan laporan yang telah disampaikan sebelumnya. Ketidakpedulian ini semakin memperkuat kesan bahwa pemerintah daerah seakan tak berdaya menghadapi teror buaya, sementara warga terus berjuang mempertahankan hidup di tengah ancaman yang kian nyata.

(Rdr007/Totam).
© Copyright 2022 - Radar007