Catatan Redaksi

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan atau keberatan dengan penayangan artikel dan atau berita, anda dapat juga mengirimkan artikel atau berita sanggahan dan koreksi kepada redaksi kami, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (11 dan 12) undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email Redaksi atau Hubungi No telpon tercantum di bok redaksi

Iklan Disini

Breaking News

Proyek Pengerasan Jalan Jalur II Aek Kanopan–Gunting Saga Kian Disorot: Analisa Hukum, Dugaan Maladministrasi, dan Kritik LSM Makin Menguat.


Labuhanbatu Utara, Radar007.co.id || Proyek Pengerasan Jalan Jalur II Gunting Saga – Aek Kanopan yang berada tepat di pusat pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) kembali menjadi sorotan tajam publik. Nilai proyek yang fantastis serta posisinya yang strategis di jantung kota membuat kualitas, transparansi, dan legalitas pengerjaan proyek ini menjadi sorotan besar. Namun hingga hari ini, PPK proyek Dedi Agusman, S.T., bersama pejabat Pemkab Labura, termasuk Bupati, Kepala Dinas PU, dan Inspektorat, masih bungkam dan tidak memberikan klarifikasi apa pun meskipun pemberitaan dan sorotan publik telah berulang kali terbit.

Ketiadaan tanggapan ini dinilai tidak hanya sebagai sikap tidak profesional, namun juga sebagai bentuk dugaan kelalaian administratif yang dapat berdampak hukum. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 10 menegaskan bahwa setiap pejabat wajib menjalankan asas akuntabilitas dan keterbukaan. Sementara Pasal 53 ayat (2) menegaskan bahwa tindakan pemerintah yang tidak memberikan respon terhadap permohonan atau keberatan publik dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, termasuk penyalahgunaan wewenang, penyimpangan prosedur, atau kelalaian kewajiban hukum.

Dari sisi pengadaan, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah juga mewajibkan keterbukaan dokumen perencanaan, spesifikasi teknis, sumber material hingga pengawasan kualitas. Ketidakjelasan sumber material seperti sirtu menjadi salah satu isu utama. Bila material proyek diambil dari lokasi yang tidak berizin, maka hal ini dapat melanggar UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di mana Pasal 35 menegaskan bahwa setiap usaha pertambangan harus memiliki izin, dan Pasal 158 mengatur bahwa penggunaan atau pemanfaatan hasil tambang tanpa izin dapat dipidana hingga lima tahun penjara serta denda hingga Rp 100 miliar.

Seiring meningkatnya kecurigaan publik terhadap proyek ini, sejumlah aktivis mulai angkat bicara dan mendorong penyelidikan resmi. Sekretaris DPW LSM FKP2N Sumut, Fachri Ramadhan Daulay, menjadi pihak yang paling awal menyoroti masalah material, legalitas sirtu, dan dugaan tertutupnya informasi proyek. Fachri menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan penelusuran dan menemukan indikasi bahwa sumber material proyek tidak jelas asal-usulnya.

Dalam keterangannya, Fachri mengatakan: “Kami mempertanyakan dari tambang mana sirtu untuk proyek ini diambil. Apakah tambang itu berizin atau ilegal? Jangan sampai proyek pemerintah justru menggunakan material yang tidak memiliki legalitas. Kami sudah menyurati instansi terkait untuk meminta investigasi terhadap sumber material tersebut, karena negara tidak boleh dirugikan dan hukum tidak boleh dipermainkan.” Jelasnya

Sorotan juga datang dari LSM lainnya. Ketua DPD LSM Sukma Sumut, Evi Tanjung, angkat bicara terkait sikap bungkam PPK dan pejabat yang menangani proyek tersebut. Ia menilai bahwa ketertutupan informasi dalam proyek bernilai besar di pusat kota adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.

Menurut Evi Tanjung: “Ini proyek besar, berada di pusat kota, memakai anggaran rakyat, tetapi PPK-nya memilih bungkam. Ini preseden buruk. Transparansi adalah kewajiban dalam proyek publik. Kami melihat ada ketidakwajaran ketika pejabat menutup diri dari pertanyaan publik. Sikap bungkam ini justru mengundang lebih banyak kecurigaan.” Ucapnya

Evi menambahkan bahwa jika pemerintah daerah terus menutup informasi, maka LSM akan mendorong investigasi lebih jauh, termasuk audit independen dan pelibatan aparat penegak hukum. Ia mengingatkan bahwa KPK saat ini tengah memeriksa sejumlah proyek jalan di Sumatera Utara, dan proyek Jalur II Labura berpotensi masuk dalam radar jika ada indikasi ketidakwajaran pengelolaan anggaran atau pelaksanaan fisik.

Dengan makin kuatnya tekanan dari masyarakat dan LSM, Pemkab Labura didesak segera menghentikan sikap bungkam, membuka seluruh dokumen terkait, dan menjelaskan progres serta legalitas proyek. Warga berharap agar pekerjaan jalan ini tidak hanya selesai secara fisik, tetapi juga memiliki integritas, kepatuhan hukum, dan kejelasan pertanggungjawaban dari semua pejabat yang terlibat.

Jika tidak ada respons terbuka dari pemerintah dalam waktu dekat, publik menilai bahwa proyek ini bukan lagi sekadar masalah teknis, namun potensi skandal tata kelola yang mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

(Rdr007/Totam).
© Copyright 2022 - Radar007